Senin, 27 Februari 2012

Menentukan Titik Didih & Titik Beku Larutan NaCl

Ke dalam 250 gram air ditambahkan 11,7 gram garam dapur. Jika Kf=1,86 dan Kb= 0,52 dan Ar Na = 23 Cl = 35,5 maka tentukan:
  1. titik didih larutan
  2. titik beku larutan
Jawab:
Untuk menjawab soal-soal tentang sifat koligatif larutan maka tentukan dahulu apakah zat yang terlibat adalah elektrolit atau nonelektrolit. Ini penting sebab bila zat yang terlibat adalah elektrolit maka Anda harus memasukkan vaktor Van Hoff ke dalam rumus yang akan dipakai.
Karena yang dipakai adalah garam dapur (NaCl) maka sudah pasti NaCl adalah elektrolit kuat.
Yang diketahui dari soal adalah:
massa air = 250 g
massa NaCl = 11,7 g
molalitas NaCl dihitung dengan rumus:
= g/Mr x 100/p
= (11,7/58,5)x(1000/250)
= 0,8 m
Faktor Van Hoff
= {1+?(n-1) }
= 1 + 1(2-1)
= 2
Kenaikan titik didih larutan (?Tb):
= m. Kb.i
= 0,8 x 0,52 X 2
= 0,832 0C
Titik didih larutannya:
= 100 + 0,832
= 100,832 0C
Penurunan titik beku larutan (?Tf):
= m. Kf . i
= 0.8 x 1,86 x 2
= 2,976 0C
Dan titik beku larutannya adalah:
= 0-2,976
= -2,976 0C

Menghitung ph Larutan Asam

1. Berapakah pH larutan yang mengandung ion hidroksida sebesar 10exp-8?
Jawab:
Perlu diingat bahwa untuk menyelesaikan soal diatas maka kita perlu memakai hubungan antara Kw (konstanta tetapan air) dengan OH- dan H+, dimana ketiganya dihubungkan dengan persamaan:

Kw = [H+][OH-]

Pada suhu 25 C maka nilai Kw adalah 10exp-14 jadi:
Konsentrasi H+
= Kw/[OH-]
= 10exp-14/10-8
= 10-6 M
Jadi nilai pHnya:
= -log [H+]
= -log(10exp-6)
= 6
Jadi pH larutan adalah 6.

2. Jika 10 gram asam asetat dilarutkan dalam 300 mL air maka hitunglah pH larutan asam asetat tersebut (Ka = 10exp-5)
Jawab:
Karena yang diketahui adalah massa asam asetat maka kita perlu mengubah menjadi satuan konsentrasi yaitu molaritas. Pertama kita mencari mol asam asetat terlebih dahulu.
Mol asam asetat
= massa / Mr
= 10 /60
= 0,167 mol
Molaritas asam asetat
= mol / volume
= 0,167 mol / 0,3 L
= 0,557 M
Karena asam asetat termasuk asam lemah maka cara mencari ion H+ adalah sesuai dengan rumus berikut ini:

Jadi konsentrasi H+
= (10exp-5  x  0,557)exp1/2
= 0,00746  M
Dan pH asam asetat
= -log[H+]
= -log (0,00746  )
= 2,13
Jadi pH larutan asam asetat tersebut adalah 2,13.

3. Berapakah pH 200 mL larutan asam formiat 0,01 M yang memiliki derajat ionisasi 5%?
Jawab:
Asam formiat adalah asam lemah dimana dalam larutannya dia akan terurai sebagian. Pertama kita harus mencari berapa jumlah asam formiat yang terurai dengan menggunakan rumus berikut ini:
Derajat ionisasi = jumlah asam formiat yang terurai/jumlah asam formiat mula2 x 100%
Jadi jumlah asam formiat yang terurai
= (5% / 100) x 0,01
= 5.10exp-4 M
Jadi sesuai dengan reaksi berikut ini
HCOOH     ->    H+       +  HCOO-
5.10-4 M         5.10-4 M      5.10-4 M
Jadi konsentrasi H+ nya adalah 5.10-4 M dengan demikian pH larutan asam formiat tersebut adalah:
= -log [H+]
= -log 5.10exp-4
= 3,30
Jadi pH larutan asam formiat tersebut adalah 3,30.

4. Berapakah pH 500 mL larutan HF 0,1 M yang memiliki harga Ka = 5,6.10exp-4?
Jawab:
Asam flourida adalah asam lemah dimana memiliki harga Ka 5,6.10exp-4 dan untuk mengetahui konsentrasi ion H+ nya maka kita gunakan rumus berikut ini:

Jadi konsentrasi H+
= (Ka.M)exp1/2
= (5,6.10exp-4 x 0,1)exp1/2
= 7,48.10exp-3
pH nya
= -log[H+]
= -log 7,48.10exp-3
= 2,126

5. Berapakah pH larutan asam sulfat yang memiliki konsentrasi 70% berat dan diketahui massa jenisnya 1,615 g/mL?
Jawab:
Misalkan kita memiliki 100 mL larutan asam sulfat 70% maka massa larutan asam sulfat tersebut adalah:
= massa jenis x volume
= 1,615 g/mL x 100 mL
= 161,5 g
Massa asam sulfat
= prosentase x massa larutan
= 70% x 161,5 g
= 113,05 g
Massa air
= massa larutan – massa asam sulfat
= 161,5 – 113,05
= 48,45 g
Karena massa jenis air adalah 1 g/mL maka volume airnya akan sama dengan 48,45 mL.
Mole H2SO4
= massa/Mr
= 113,05/98
= 1,15 mol
Molaritas H2SO4
= mol / volume
= 1,15 / 0,04845
= 23,73 M
Konsentrasi H+
= valensi asam x M
= 2 x 23,73
= 47,46 M
pH
= -log 47,46
= -1,68
Jadi pH larutan asam sulfat 70% itu adalah -1,68.

Sifat Koligatif Larutan

Sifat koligatif yang akan kita bahas dalam ebook ini ada empat yaitu:
  1. Penurunan tekanan uap larutan
  2. Penurunan titik beku larutan
  3. Kenaikan titik didih larutan
  4. Tekanan Osmotik
Lalu apa sih sebenarnya yang dimaksud dengan sifat koligatif itu?
Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang ditentukan oleh jumlah molekul atau ion yang terdapat di dalam larutan. Sifat ini tidak ditentukan oleh jenis zat yang terlarut, atau ukuran zat tersebut. Jadi dua hal yang mempengaruhi sifat koligatif yaitu banyaknya zat terlarut di dalam larutan dan jenis pelarut apa yang digunakan untuk melarutkan zat tersebut.
Jadi apabila larutan glukosa dan larutan urea (dalam pelarut air) memiliki jumlah zat yang sama maka sifat koligatif keduanya pun akan sama pula. Jangan bingung dengan istilah “jumlah zat” yang saya pakai untuk definisi ini sebab saya memilih kata tersebut untuk mendefinisikan secara general, kata lain yang bisa dipakai sebagai pengganti adalah “konsentrasi”.
Beberapa buku ada yang menyebutkan bahwa sifat koligatif itu dipengaruhi oleh seberapa besar jumlah pelarut yang terdapat di dalam larutan. Jadi larutan NaCl yang fraksi molnya 1/4 dan 3/4 akan memiliki sifat koligatif yang berbeda karena jumlah H2O masing-masing larutan berbeda yaitu 3/4 dan 1/4 fraksi mol.
Ok. Sekarang kita bahas satu persatu ya tentang sifat koligatif ini. Untuk mempelajari sifat koligatif maka kunjungi halaman berikut ini.
  1. Penurunan tekanan uap larutan
  2. Penurunan titik beku larutan
  3. Kenaikan titik didih larutan
  4. Tekanan Osmotik

Kenaikan Titik Didih Larutan

Berlawanan dengan penurunan titik beku larutan. Kenaikan titik didih larutan merupakan fenomena meningkatkan titik didih suatu pelarut disebabkan adanya zat terlarut didalam pelarut tersebut. Ini berarti bahwa titik didih pelarut akan lebih kecil jika dibandingkan dengan titik larutan. Sebagai contoh titik didih air murni adalah 100 C jika kita melarutkan gula atau garam dapur ke dalam air maka titik didihnya akan lebih dari 100 C.

Bagaimana Kita Mengukur Kenaikan Titik Didih Larutan?
Kenaikan titik didih larutan merupakan salah satu sifat koligatif larutan, Untuk menghitung perubahan titik didih larutan maka kita bisa menggunakan persamaan berikut ini:

?Tb = Kb. m . i

sedangkang titik didih larutan dicari dengan persamaan,
Tb = Tpelarut + ?Tb
dimana :

?Tb = penurunan titik beku larutan
Tb = titik beku larutan
m = molalitas larutan
Kb = konstanta titik beku pelarut
i = Faktor Van’t Hoff

Di bidang themodinamika konstanta titik beku pelarut, Kb lebih dikenal dengan istilah “Konstanta Ebulioskopik“. Ebulioskopik berasal dari bahasa Yunani yang artinya “mendidih”.
Faktor Van’t Hoff (i) adalah parameter untuk mengukur seberapa besar zat terlarut berpengaruh terhadap sifat koligatif (penurunan tekanan uap, kenaikan titik didih, penurunan titik beku, dan tekanan osmotik). Faktor Van’t Hoff dihitung dari besarnya konsentrasi sesunguhnya zat terlarut yang ada di dalam larutan dibanding dengan konsentrasi zat terlarut hasil perhitungan dari massanya. Untuk zat non elektrolit maka vaktor Van’t Hoffnya adalah 1 dan nonelektrolit adalah sama dengan jumlah ion yang terbentuk didalam larutan. Faktor Van’t Hoff secara teori dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

i = 1 + (n-1)?)

dengan ? adalah derajat ionisasi zat terlarut dan n jumlah ion yang terbentuk ketika suatu zat berada didalam larutan. Untuk non elektrolit maka alfa = o dan n adalah 1 dan untuk elektrolit dicontohkan sebagai berikut:

C6H12O6 -> C6H12O6 n = 1
NaCl -> Na+ + Cl- n = 2
CaCl2 -> Ca2+ + 2Cl- n = 3
Na3PO4 -> 3Na+ + PO4- n = 4
Cu3(PO4)2 -> 3Cu2+ + 2PO43- n = 5

Data nilai Kf beberapa pelarut adalah sebagai berikut:

data Kb

Industri Kimia

Industri kimia merujuk pada suatu industri yang terlibat dalam produksi zat kimia. Industri ini mencakup petrokimia, agrokimia, farmasi, polimer, cat, dan oleokimia. Industri ini menggunakan proses kimia, termasuk reaksi kimia untuk membentuk zat baru, pemisahan berdasarkan sifat seperti kelarutan atau muatan ion, distilasi, transformasi oleh panas, serta metode-metode lain.
Industri kimia terlibat dalam pemrosesan bahan mentah yang diperoleh melalui penambangan, pertanian, dan sumber-sumber lain, menjadi material, zat kimia, serta senyawa kimia yang dapat berupa produk akhir atau produk antara yang akan digunakan di industri lain.


Kimia Industri mencakup hal yang cukup luas. Pada bagian ini akan diperkenalkan mengenai Kimia Industri, yang akan dimulai berdasarkan akar katanya, yaitu Kimia dan Industri. Selanjutnya pada sub bab selanjutnya akan dibahas mengenai sistem manajemen dalam suatu industri, khususnya industri besar dimana pada bagian ini akan terlihat pembagian pelaksanaan tugas mulai dari tingkat pelaksana yang dalam hal ini diduduki oleh seseorang dengan klasifikasi pendidikan minimal Sekolah Menengah Kejuruan Teknik / STM sampai dengan tingkat manajer puncak dengan klasifikasi pendidikan minimal sarjana. Dengan demikian diharapkan dapat sebagai gambaran kompetensi yang diperlukan apabila seseorang bekerja pada bidang industri kimia.
Pengenalan tentang “Kimia-Industri” diawali dengan pembahasan berdasarkan asal katanya, yang dimulai dari kata “Industri” dan dilanjutkan dengan kata “Kimia”. Kata Industri merupakan suatu proses yang mengubah bahan-baku menjadi produk yang berguna atau mempunyai nilai-tambah, serta produk tersebut dapat digunakan secara langsung oleh konsumen sebagai pengguna akhir dan produk tersebut disebut dengan “produk-akhir”, selain itu produk dari industri tersebut dapat juga digunakan sebagai bahan baku oleh industri lain, yang disebut juga sebagai “produk-antara”. Kata produk dalam Kimia Industri tentunya melibatkan Industri yang menghasilkan zat kimia. Sedangkan bahan baku yang diproses dalam industri tersebut dapat diperoleh melalui proses penambangan, petrokimia, pertanian atau sumber-sumber lain. Hubungan antara bahan-baku dengan produk baik produk-akhir maupun produk-antara dapat dilihat pada gambar 1.1, dimana produk yangdihasilkan dari industri merupakan produk yang diperlukan oleh manusia dalam hal ini produk tersebut mempunyai nilai tambah.
gb-11
Sedangkan kata “kimia” dapat diartikan sebagai suatu proses dimana sebelum dan sesudah proses terjadi perubahan “identitas kimia” yang ditandai dengan perubahan unsur-unsur penyusunnya dan atau perubahan massa molekulnya ataupun struktur molekulnya, dimana proses tersebut pada umumnya disebut dengan “reaksi-kimia”. Bahan sebelum terjadinya proses reaksi kimia disebut dengan “reaktan”, hasil dari reaksi kimia tersebut disebut dengan “produk”, sedangkan proses reaksi-kimia yang memisahkan sebelum dan sesudah proses menggunakan simbol panah, sebagai contoh proses reaksi kimia pada persamaan [1.1] berikut:
pr-11
Pada persamaan [1.1], terjadi perubahan “identitas-kimia” dari reaktan cumene menjadi produk benzene dan propylene. Perubahan identitas kimia tersebut ditandai dengan berubahnya rumus molekul yang akan diikuti dengan perubahan Berat Molekulnya. Reaksi-kimia atau perubahan identitas kimia seperti pada reaksi [1.1] disebut dengan proses dekomposisi yaitu perubahan reaktan menjadi produk yang rumus molekul lebih sederhana. Kebalikan dari proses dekomposisi adalah kombinasi yaitu penggabungan reaktan menjadi produk dengan berat molekul yang lebih besar, jadi dalam hal ini, cumene sebagai produk, didapat dengan jalan mereaksikan Benzene dan Propylene.
Akan tetapi ada juga perubahan identitas-kimia yang tidak diikuti dengan perubahan Berat Molekul, sebagaimana yang terjadi pada persamaan reaksi [1.2].
pr-12
Pada reaksi persamaan [1.2] tidak terjadi perubahan berat molekul, akan tetapi terjadi perubahan konfigurasi dari molekulnya.
Peristiwa perubahan identitas-kimia atau reaksi kimia dapat terjadi pada kondisi fisis tertentu, misalnya suhu, tekanan ataupun pada fasa tertentu. Sebagai contoh proses pembuatan asam nitrat secara komersial dilaksanakan dari Oksida Nitrik (NO), sebagai bahan-baku, bahan-baku tersebut diproduksi dari oksidasi amonia pada fase gas, dengan reaksi sebagai mana ditunjukkan pada persamaan [1.3].
pr-13
Kondisi operasi reaktan masuk pada reaktor (alat yang merupakan tempat terjadi reaksi kimia) pada tekanan 8,2 atm dan suhu 227oC dengan komposisi 15% mol amonia pada udara. Apabila kondisi operasi tidak memenuhi, maka reaksi tidak akan terjadi. Sedangkan keadaan mula-mula dari udara sebagai bahan baku atau reaktan pada persamaan [1.3] berada pada kondisi tekanan 1 atm dan suhu kamar (sekitar 27oC). Oleh karenanya, sebelum masuk (umpan) pada reaktor, maka udara harus diubah kondisi operasinya dulu dengan jalan menaikkan suhu dan tekanannya sehingga sesuai dengan kondisi operasi yang diperlukan untuk reaksi, yaitu 8,2 atm dan 227oC. Perubahan kondisi operasi ini dikatagorikan dengan “perubahan kondisi-fisis”. Dimana perubahan kondisi fisis ini tidak terjadi perubahan identitas kimia. Untuk merubah kondisi-fisis dari suatu bahan (zat) diperlukan peralatan (equipment), seperti peralatan “penukar-kalor” (heat exchanger) yang digunakan untuk merubah suhu, “kompresor” alat untuk menaikkan tekanan material fase gas dan lain-lain yang dibahas lebih lanjut pada bab-bab berikutnya.
Karena luasnya yang harus ditangani dalam bidang Kimia Industri, kemudian beberapa guru besar dibidang Teknik Kimia dari Massachusetts Institute of Technology yang bekerja dibidang Industri pada tahun 1910 mengelompokan bidang ini menjadi dua bagian besar, yaitu “Satuan-Proses” (Unit Process) dan “Satuan-Operasi” (Unit Operation), (Shreve, 1967). Permasalahan yang berhubungan dengan perubahan-perubahan yang bersifat fisika dalam Industri Kimia dikatagorikan dalam “Satuan-Operasi”, sedangkan perubahan yang bersifat kimia dimasukkan dalam kelompok “Satuan-Proses”.

Hukum-hukum Dasar Ilmu Kimia



STOIKIOMETRI adalah cabang ilmu kimia yang mempelajari hubungan kuantitatif dari komposisi zat-zat kimia dan reaksi-reaksinya.



1. HUKUM KEKEKALAN MASSA = HUKUM LAVOISIER
"Massa zat-zat sebelum dan sesudah reaksi adalah tetap".

Contoh:
hidrogen + oksigen ® hidrogen oksida
(4g) (32g) (36g)

2. HUKUM PERBANDINGAN TETAP = HUKUM PROUST
"Perbandingan massa unsur-unsur dalam tiap-tiap senyawa adalah tetap"

Contoh:
a. Pada senyawa NH3 : massa N : massa H
= 1 Ar . N : 3 Ar . H
= 1 (14) : 3 (1) = 14 : 3
b. Pada senyawa SO3 : massa S : massa 0
= 1 Ar . S : 3 Ar . O
= 1 (32) : 3 (16) = 32 : 48 = 2 : 3

Keuntungan dari hukum Proust:
bila diketahui massa suatu senyawa atau massa salah satu unsur yang membentuk senyawa tersebut make massa unsur lainnya dapat diketahui.

Contoh:
Berapa kadar C dalam 50 gram CaCO3 ? (Ar: C = 12; 0 = 16; Ca=40)
Massa C = (Ar C / Mr CaCO3) x massa CaCO3
= 12/100 x 50 gram = 6 gram
massa C
Kadar C = massa C / massa CaCO3 x 100%
= 6/50 x 100 % = 12%

3. HUKUM PERBANDINGAN BERGANDA = HUKUM DALTON
"Bila dua buah unsur dapat membentuk dua atau lebih senyawa untuk massa salah satu unsur yang sama banyaknya maka perbandingan massa unsur kedua akan berbanding sebagai bilangan bulat dan sederhana".

Contoh:

Bila unsur Nitrogen den oksigen disenyawakan dapat terbentuk,
NO dimana massa N : 0 = 14 : 16 = 7 : 8
NO2 dimana massa N : 0 = 14 : 32 = 7 : 16

Untuk massa Nitrogen yang same banyaknya maka perbandingan massa Oksigen pada senyawa NO : NO2 = 8 :16 = 1 : 2

4. HUKUM-HUKUM GAS
Untuk gas ideal berlaku persamaan : PV = nRT

dimana:
P = tekanan gas (atmosfir)
V = volume gas (liter)
n = mol gas
R = tetapan gas universal = 0.082 lt.atm/mol Kelvin
T = suhu mutlak (Kelvin)

Perubahan-perubahan dari P, V dan T dari keadaan 1 ke keadaan 2 dengan kondisi-kondisi tertentu dicerminkan dengan hukum-hukum berikut:








A.

HUKUM BOYLE
Hukum ini diturunkan dari persamaan keadaan gas ideal dengan
n1 = n2 dan T1 = T2 ; sehingga diperoleh : P1 V1 = P2 V2

Contoh:
Berapa tekanan dari 0 5 mol O2 dengan volume 10 liter jika pada temperatur tersebut 0.5 mol NH3 mempunyai volume 5 liter den tekanan 2 atmosfir ?

Jawab:
P1 V1 = P2 V2
2.5 = P2 . 10  ®  P2 = 1 atmosfir

B. HUKUM GAY-LUSSAC
"Volume gas-gas yang bereaksi den volume gas-gas hasil reaksi bile diukur pada suhu dan tekanan yang sama, akan berbanding sebagai bilangan bulat den sederhana".

Jadi untuk: P1 = P2 dan T1 = T2 berlaku : V1 / V2 = n1 / n2

Contoh:
Hitunglah massa dari 10 liter gas nitrogen (N2) jika pada kondisi tersebut 1 liter gas hidrogen (H2) massanya 0.1 g.
Diketahui: Ar untuk H = 1 dan N = 14

Jawab:
V1/V2 = n1/n2 ®  10/1 = (x/28) / (0.1/2) ®  x = 14 gram
Jadi massa gas nitrogen = 14 gram.

C. HUKUM BOYLE-GAY LUSSAC
Hukum ini merupakan perluasan hukum terdahulu den diturukan dengan keadaan harga n = n2 sehingga diperoleh persamaan:
P1 . V1 / T1 = P2 . V2 / T2

D. HUKUM AVOGADRO
"Pada suhu dan tekanan yang sama, gas-gas yang volumenya sama mengandung jumlah mol yang sama. Dari pernyataan ini ditentukan bahwa pada keadaan STP (0o C 1 atm) 1 mol setiap gas volumenya 22.4 liter volume ini disebut sebagai volume molar gas.

Contoh:
Berapa volume 8.5 gram amoniak (NH3) pada suhu 27o C dan tekanan 1 atm ?
(Ar: H = 1 ; N = 14)

Jawab:
85 g amoniak = 17 mol = 0.5 mol

Volume amoniak (STP) = 0.5 x 22.4 = 11.2 liter

Berdasarkan persamaan Boyle-Gay Lussac:

P1 . V1 / T1 = P2 . V2 / T2
1 x 112.1 / 273 = 1 x V2 / (273 + 27) ®  V2 = 12.31 liter

Pengertian Kimia

Kimia (dari bahasa Arab: كيمياء, transliterasi: kimiya = perubahan benda/zat atau bahasa Yunani: χημεία, transliterasi: khemeia) adalah ilmu yang mempelajari mengenai komposisi, struktur, dan sifat zat atau materi dari skala atom hingga molekul serta perubahan atau transformasi serta interaksi mereka untuk membentuk materi yang ditemukan sehari-hari. Kimia juga mempelajari pemahaman sifat dan interaksi atom individu dengan tujuan untuk menerapkan pengetahuan tersebut pada tingkat makroskopik. Menurut kimia modern, sifat fisik materi umumnya ditentukan oleh struktur pada tingkat atom yang pada gilirannya ditentukan oleh gaya antaratom dan ikatan kimia.


KIMIA LARUTAN
2.1 Komponen Larutan
Larutan adalah campuran homogen (komposisinya sama), serba sama (ukuran partikelnya), tidak ada bidang batas antara zat pelarut dengan zat terlarut (tidak dapat dibedakan secara langsung antara zat pelarut dengan zat terlarut), partikel- partikel penyusunnya berukuran sama (baik ion, atom, maupun molekul) dari dua zat atau lebih. Dalam larutan fase cair, pelarutnya (solvent) adalah cairan, dan zat yang terlarut di dalamnya disebut zat terlarut (solute), bisa berwujud padat, cair, atau gas. Dengan demikian, larutan = pelarut (solvent) + zat terlarut (solute). Khusus untuk larutan cair, maka pelarutnya adalah volume terbesar.
Ada 2 reaksi dalam larutan, yaitu:
a) Eksoterm, yaitu proses melepaskan panas dari sistem ke lingkungan, temperatur dari campuran reaksi akan naik dan energi potensial dari zat- zat kimia yang bersangkutan akan turun.
b) Endoterm, yaitu menyerap panas dari lingkungan ke sistem, temperatur dari campuran reaksi akan turun dan energi potensial dari zat- zat kimia yang bersangkutan akan naik.
Larutan dapat dibagi menjadi 3, yaitu:
a) Larutan tak jenuh yaitu larutan yang mengandung solute (zat terlarut) kurang dari yang diperlukan untuk membuat larutan jenuh. Atau dengan kata lain, larutan yang partikel- partikelnya tidak tepat habis bereaksi dengan pereaksi (masih bisa melarutkan zat). Larutan tak jenuh terjadi apabila bila hasil kali konsentrasi ion < Ksp berarti larutan belum jenuh ( masih dapat larut).
b) Larutan jenuh yaitu suatu larutan yang mengandung sejumlah solute yang larut dan mengadakan kesetimbangn dengan solut padatnya. Atau dengan kata lain, larutan yang partikel- partikelnya tepat habis bereaksi dengan pereaksi (zat dengan konsentrasi maksimal). Larutan jenuh terjadi apabila bila hasil konsentrasi ion = Ksp berarti larutan tepat jenuh.
c) Larutan sangat jenuh (kelewat jenuh) yaitu suatu larutan yang mengandung lebih banyak solute daripada yang diperlukan untuk larutan jenuh. Atau dengan kata lain, larutan yang tidak dapat lagi melarutkan zat terlarut sehingga terjadi endapan. Larutan sangat jenuh terjadi apabila bila hasil kali konsentrasi ion > Ksp berarti larutan lewat jenuh (mengendap).
Berdasarkan banyak sedikitnya zat terlarut, larutan dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
a) Larutan pekat yaitu larutan yang mengandung relatif lebih banyak solute dibanding solvent.
b) Larutan encer yaitu larutan yang relatif lebih sedikit solute dibanding solvent.
Dalam suatu larutan, pelarut dapat berupa air dan tan air.
Contoh soal komponen larutan
Tentukan pelarut dan zat terlarut dalam larutan alkohol 25% dan 75%?
Jawab:
a. Dalam larutan alkohol 25% misalnya terdapat 100 gram larutan alkohol.
Zat terlarut = 25 % x 100 gram = 25 gram (alkohol)
Zat pelarut = 75% x 100 gram = 75 gram ( air)
b. Dalam larutan alkohol 75% misalnya terdapat 100 gram larutan alkohol.
Zat terlarut = 25% x 100 gram = 25 gram (air)
Zat pelarut = 75% x 100gram = 75 gram (alkohol)
Jadi, untuk larutan cair maka pelarutnya adalah volume terbesar.
2.2 Konsentrasi Larutan
Konsentrasi larutan dapat dibedakan secara kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif, larutan dapat dibedakan menjadi larutan pekat dan larutan encer. Dalam larutan encer, massa larutan sama dengan massa pelarutnya karena massa jenis larutan sama dengan massa jenis pelarutnya. Secara kuantitatif, larutan dibedakan berdasarkan satuan konsentrasinya. Ada beberapa proses melarut (prinsip kelarutan), yaitu:
a) Cairan- cairan
Kelarutan zat cair dalam zat cair sering dinyatakan “Like dissolver like” maknanya zat- zat cair yang memiliki struktur serupa akan saling melarutkan satu sama lain dalam segala perbandingan. Contohnya: heksana dan pentana, air dan alkohol => H- OH dengan C2H5- OH.
Perbedaan kepolaran antara zat terlarut dan zat pelarut pengaruhnya tidak besar terhadap kelarutan. Contohnya: CH3Cl (polar) dengan CCl4 (non- polar).Larutan ini terjadi karena terjadinya gaya antar aksi, melalui gaya dispersi (peristiwa menyebarnya zat terlarut di dalam zat pelarut) yang kuat. Di sini terjadi peristiwa soluasi, yaitu peristiwa partikel- partikel pelarut menyelimuti (mengurung) partikel terlarut. Untuk kelarutan cairan- cairan dipengaruhi juga oleh ikatan Hydrogen.
b)Padat- cair
Padatan umumnya memiliki kelarutan terbatas di cairan hal ini disebabkan gaya tarik antar molekul zat padat dengan zat padat > zat padat dengan zat cair. Zat padat non- polar (sedikit polar) besar kelarutannya dalam zat cair yang kepolarannya rendah. Contohnya: DDT memiliki struktur mirip CCl4 sehingga DDT mudah larut di dalam non- polar (contoh minyak kelapa), tidak mudah larut dalam air (polar).
c) Gas- cairan
Ada 2 prinsip yang mempengaruhi kelarutan gas dalam cairan, yaitu:
Ø Makin tinggi titik cair suatu gas, makin mendekati zat cair gaya tarik antar molekulnya. Gas dengan titik cair lebih tinggi, kelarutannya lebih besar.
Ø Pelarut terbaik untuk suatu gas ialah pelarut yang gaya tarik antar molekulnya sangat mirip dengan yang dimiliki oleh suatu gas.
Titik didih gas mulia dari atas ke bawah dalam suatu sistem periodik, makin tinggi, dan kelarutannya makin besar.
Pengaruh temperatur (T) dan tekanan (P) terhadap kelarutan, yaitu peningkatan temperatur menguntungkan proses endotermis, sebaliknya penurunan temperatur menguntungkan proses eksotermis. Proses kelarutan zat padat dalam zat cair umumnya berlangsung endoterm akibatnya kenaikan temperatur menaikkan kelarutan. Proses kelarutan gas dalam cair berlangsung eksoterm akibatnya kenaikan temparatur menurunkan kelarutan.
Proses melarut dianggap proses kesetimbangan,
Solute + Solvent Larutan DH = - (eksoterm)
DH = + (endoterm)
Faktor tekanan sangat besar pengaruhnya pada kelarutan gas dalam cair. Hubungan ini dijelaskan dengan Hukum Henry, yaitu Cg = k . Pg (tekanan berbanding lurus dengan konsentrasi).
Panas pelarutan yaitu banyaknya energi/ panas yang diserap atau dilepaskan jika suatu zat terlarut dilarutkan dalam pelarut. Ada beberapa 3 tahap pada proses melarutkan suatu zat, yaitu:
Tahap 1, yaitu: Baik zat terlarut maupun zat pelarut masih tetap molekul- molekulnya berikatan masing- masing.
Tahap 2,yaitu:Molekul- molekul yang terdapat pada zat terlarut memisahkan diri sehingga hanya terdiri dari 1 molekul tanpa adanya ikatan lagi dengan molekul- molekul yang terdapat di dalamnya, begitu pula molekul- molekul yang terdapat pada zat pelarut.
Tahap 3, yaitu: Antara molekul pada zat terlarut akan mengalami ikatan dengan molekul pada zat pelarut.
Pada umumnya: Tahap 1 memerlukan panas.
Tahap 2 memerlukan panas.
Tahap 3 menghasilkan panas.
Eksoterm: 1+2 < 3 dengan DH = - (eksoterm)
Endoterm: 1+2 > 3 dengan DH = + (endoterm)
Konsentrasi akan lebih eksak jika dinyatakan secara kuantitatif, menggunakan satuan- satuan konsentrasi:
1. Fraksi mol (X)
2. Persentase : a. Persentase berat per berat (% b/b)
b. Persentase berat per volume (% b/v)
c. Persentase volume per volume (% v/v)
3. Bagian per sejuta
4. Kemolaran atau molaritas (M)
5. Kemolalan atau molalitas (m)
Fraksi mol (X)
Fraksi mol suatu zat adalah perbandingan jumlah mol suatu zat terhadap jumlah total mol seluruh zat yang menyusun suatu larutan.
 X =  X pelarut + Xterlarut = 1
Persentase (%)
1. Persentase berat per berat (% b/b)
Persen b/b adalah jumlah gram zat terlarut dalam tiap 100 gram larutan.

%b/b =x100%

Contoh: Larutan cuka sebanyak 40 gram mengandung asam asetat sebanyak 2 gram. Hitunglah konsentrasi larutan itu dalam satuan % b/b?
Solusi: % b/b = 2/40 x 100%= 5%
2. Persentase berat per volume (% b/v)
Persentase b/v adalah jumlah gram zat terlarut dalam tiap 100 ml larutan. 

%b/v = x100%

Satuan %b/v umumnya dipakai untuk zat terlarut padat dalam pelarut cair.
Contoh: Untuk membuat larutan infus glukosa, 45 gram glukosa murni dilarutkan dalam akuades hingga volume larutan menjadi 500 ml. Hitunglah konsentrasi larutan itu dalam satuan %b/v?
Solusi:%b/v= 45/100 x 100%= 90 %
3. Persentase volume per volume (% v/v)
Persentase v/v adalah jumlah ml zat terlarut dalam tiap 100 ml larutan.

%v/v = x100%

Satuan %v/v umumnya dipakai untuk zat terlarut cair dalam pelarut cair.
Contoh: Etanol sebanyak 150 ml dicampur dengan 350 ml akuades. Hitunglah konsentrasi etanol dalam satuan %v/v?
Solusi:Volume larutan = 150 + 350 = 500 ml.
%v/v= 150/500 x 100%= 30 %
Bagian per sejuta (ppm/ part per million)
Satuan ppm menyatakan satu gram zat terlarut dalam satu juta gram pelarut.

ppm = x100%

Dalam rumus di atas satu gram zat terlarut dibagi massa larutan karena massa jenis larutan sama dengan massa jenis pelarutnya sehingga massa larutan = massa pelarutnya.
Kemolaran atau molaritas (M)
Kemolaran atau konsentrasi molar adalah jumlah mol zat terlarut dalam tiap liter larutan atau jumlah mmol zat terlarut dalam tiap ml larutan.
                                           M==
=x
Keterangan: gr = massa zat terlarut (gram)
Mr= Mr zat terlarut
v = volume larutan (mL)
Kemolalan atau molalitas (m)
Kemolalan adalah jumlah mol zat terlarut dalam tiap 1000 gram pelarut.
m=  atau m = x mol zat terlarut = x
Keterangan: p= gram pelarut

2.3 Larutan Asam-basa
2.3.1 Konsep Asam- Basa
2.3.1.1 Asam- Basa Arrhenius
Asam adalah zat yang dalam air dapat menghasilkan ion H+ . Contoh asam: HCl, H2SO4, H3PO4. Sifat- sifat larutan asam adalah sebagai berikut:
§ Dalam air menghasilkan ion H+ .
§ Menyebabkan warna kertas lakmus menjadi merah.
§ Larutannya dalam air dapat menghantarkan arus listrik.
§ Menyebabkan perkaratan logam (korosif).
Jumlah ion H+ yang dapat dibebaskan oleh satu molekul asam disebut valensi atau martabat asam tersebut. Berdasarkan valensinya, asam dibedakan atas:
1) Asam bervalensi satu, misalnya: HCl, HCN, HNO3, CH3COOH, dll.
2) Asam bervalensi dua, misalnya: H2SO4, H2CrO4, H2CO3, dll.
3) Asam bervalensi tiga, misalnya: H3PO4, H3AsO­4, dll.
Basa adalah zat yang dalam air dapat menghasilkan ion OH- . Contoh basa: NaOH, Ca(OH)2 , Al2(OH)3 , NH3, dll. Sifat- sifat larutan basa adalah sebagai berikut:
§ Dalam air dapat menghasilkan ion OH- .
§ Menyebabkan warna kertas lakmus menjadi biru.
§ Larutannya dalam air dapat menghantarkan arus listrik.
§ Jika mengenai kulit, maka kulit akan melepuh (kaustik).
Jumlah ion OH- yang dapat dihasilkan oleh satu molekul basa disebut valensi atau martabat basa. Berdasarkan valensinya basa dibedakan atas:
1) Basa bervalensi satu, misalnya: NaOH, KOH, AgOH, NH4OH, dll.
2) Basa bervalensi dua, misalnya: Ca(OH)2, Mg(OH)2,Fe(OH)2, dll.
3) Basa bervalensi tiga, misalnya: Fe(OH)3, Cr(OH)3, dll.
Jadi di sini ion H+ tidak berikatan dengan air, atau bebas di air tanpa adanya ikatan.
2.3.1.2. Asam- Basa Bronsted- Lowry
Asam adalah suatu zat yang dapat menyumbang proton (H+), sehingga disebut donor proton. Basa adalah zat yang dapat menerima proton, sehingga disebut akseptor proton. Jadi di sini ion H+ berikatan dengan air
.
Contoh H2O + HCl H3O+ + Cl-
Dalam reaksi di atas,
HCl termasuk asam karena memberi proton.
H2O termasuk basa kare4na menerima proton.
Zat yang telah menerima proton disebut asam konjugasi, sedangkan yang telah memberi proton disebut basa konjugasi. Dalam contoh reaksi di atas, H3O+ adalah asam konjugasi, sedangkan Cl- adalah basa konjugasi.
2.3.1.3 Asam- Basa Lewis
Asam adalah senyawa penerima (akseptor ) pasangan elektron, sedangkan basa adalah senyawa pemberi (donor) pasangan elektron. Reaksi asam- basa Lewis tergolong reaksi pembentukan ikatan koordinasi. Contoh reaksi BF3 (asam Lewis) dengan NH3 (basa Lewis).
2.3.2 Kekuatan Asam- Basa
Asam dapat dibedakan menjadi asam kuat dan asam lemah, begitu pula basa. Reaksi ionisasi asam kuat, secara umum dapat ditulis :
HxA(aq) à xH+(aq) + Ax-(aq). Yang termasuk asam kuat, meliputi: HCl, HBr, HI, HNO3, H2SO4, HClO4, dll. Reaksi asam kuat bersifat satu arah karena asam kuat mudah terionisasi dalam air.
Reaksi ionisasi asam lemah, secara umum dapat ditulis :
HzB(aq) à zH+(aq) + B z- (aq). Yang termasuk asam lemah, meliputi: CH3COOH, HF, HCN, H2CO3, dll. Reaksi asam lemah bersifat reversibel karena asam lemah tidak terionisasi sempurna di dalam air.
Basa kuat meliputi senyawa- senyawa hidroksida alkali dan beberapa hidroksida alkali tanah. Selain hidroksida- hidroksida tersebut semuanya tergolong basa lemah.
Asam kuat dan basa kuat dalam air mudah terionisasi , dengan derajat ionisasi (a) » 1, sehingga jumlah ion- ionnya relatif banyak. Akibatnya, larutan asam kuat dan basa kuat mudah menghantarkan arus listrik, sehingga disebut larutan elektrolit kuat. Sebaliknya, larutan basa lemah dan asam lemah sukar terionisasi (a £ 1), sehingga tergolong larutan elektrolit lemah.
Senyawa- senyawa yang dapat bertindak sebagai asam (melepaskan H+) dan juga dapat bertindak sebagai basa (melepaskan OH-) disebut senyawa amfoter. Senyawa- senyawa amfoter, meliputi: Be(OH)2, Al(OH)3, Zn(OH)2,dll.
2.3.3 Indikator
Indikator asam basa adalah suatu zat yang dapat berubah warna apabila pH lingkungannya berubah atau larutan yang berisi indikator berubah pH. Atau dengan kata lain, suatu senyawa yang berbeda warnanya dalam larutan asam dengan larutan basa.Dalam indikator terdapat dua warna dalam keadaan basa (warna basa) dan sebaliknya